Tuesday, November 30, 2010

Kalau bukan anugerahMu...

Kalau bukan anugerahMu... 
Bagaimana mungkin aku dapat percaya, 

sekian ribu tahun yang silam seorang dara perawan mengandung dan melahirkan anak?
dan Anak itu adalah Tuhan Penguasa Semesta Alam yang menjelma dalam daging! 

Kalau bukan anugerahMu... 
Bagaimana mungkin aku dapat percaya, 

di negeri yang tak kukenal, kematian seorang Yahudi di salib mengubah sejarah dunia?
dan si Yahudi itu adalah Tuhan Penguasa Semesta Alam yang mengorbankan diriNya! 

Kalau bukan anugerahMu... 
Bagaimana mungkin aku dapat percaya, 

di suatu fajar yang mencekam seorang yang terkubur 3 hari bangkit dari kematian?
dan kebangkitan itu adalah kemenangan atas dosa dan maut! 

Kalau bukan anugerahMu... 
Bagaimana mungkin aku dapat percaya, 

dari Tempat Tertinggi, Sang Penguasa mengarahkan pandanganNya padaku?
dan Ia mau mengasihi dan menyelamatkan pendosa ini! 

Kalau bukan anugerahMu... 
Bagaimana mungkin aku dapat mengasihiMu? 

-ash-
Jakarta, Maret 2010

Thursday, January 21, 2010

Kasih

Kalau dulu kau pernah cinta, mengapa kini tidak?
Adakah waktu dan luka menggerus cinta dan rasa?
Saat Ia berdiam diri tidaklah berarti Ia berkata tidak!
Ia yang mencipta hati, masakkan tak merasa?
Hanya Ia yang mengerti, berserahlah padaNya.

-ash-
Jakarta, Januari 2010

Thursday, April 16, 2009

SIAPA YANG MEMEGANG KENDALI?

Saat mengenang peristiwa Salib seringkali kita membayangkan sosok Anak Manusia yang tak berdaya melawan kuasa Politik, Militer dan Agama. Pada pengadilan yang jauh dari keadilan, sang Anak Manusia memilih untuk bungkam diperhadapkan pada fitnah dan tuduhan keji dari para tokoh Agama.

Anak Manusia yang telah menjungkirbalikkan pasar bait suci tampak seperti kehilangan kendaliNya. Terdiam lemah, tak lagi bersuara lantang, menantang keangkuhan penguasa dan kemunafikan agamawan sebagaimana biasanya. IA yang menyuarakan keadilan bagi kaum yang lemah, pengharapan bagi yang tak berpengharapan, hanya diam menerima penghinaan dan siksaan dari lawan-lawanNya.

Apakah IA telah kehilangan kendali?

Di Taman Getsemani, saat para prajurit dan utusan imam-imam datang untuk menangkapNya, Yohanes murid yang dikasihiNya mencatat dua insiden dalam kisah ini. [Yoh.18:1-12]

Maka Yesus, yang tahu semua yang akan menimpa diri-Nya, maju ke depan dan berkata kepada mereka: "Siapakah yang kamu cari?" Jawab mereka: "Yesus dari Nazaret." Kata-Nya kepada mereka: "Akulah Dia." Yudas yang mengkhianati Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka. Ketika Ia berkata kepada mereka: "Akulah Dia," mundurlah mereka dan jatuh ke tanah. Maka Ia bertanya pula: "Siapakah yang kamu cari?" Kata mereka: "Yesus dari Nazaret." Jawab Yesus: "Telah Kukatakan kepadamu, Akulah Dia. Jika Aku yang kamu cari,biarkanlah mereka ini pergi." Demikian hendaknya supaya genaplah firman yang telah dikatakan-Nya: "Dari mereka yang Engkau serahkan kepada-Ku, tidak seorangpun yang Kubiarkan binasa."

Siapa yang memegang kendali? Para penjaga bait Allah dan tentara bersenjata yang akan menangkap atau sang Anak Manusia yang akan ditangkap?

Insiden kedua yang juga dikisahkan oleh Matius, Markus dan Lukas adalah saat Simon muridNya mencoba membela dengan pedang. IA justru melarang Simon dan menaruh belas kasihan kepada Malkhus dengan memulihkan telinga hamba imam besar yang putus oleh pedang muridNya itu.

Siapa yang memegang kendali? Jikalau IA tidak menyerahkan diri dapatkah pasukan prajurit serta perwiranya dan penjaga-penjaga yang disuruh orang Yahudi itu menangkap dan membelengguNya?

Di Pengadilan Mahkamah Agama, kepada Imam Besar Hanas IA berkata, "Jikalau kata-Ku itu salah, tunjukkanlah salahnya, tetapi jikalau kata-Ku itu benar, mengapakah engkau menampar Aku?" [Yoh.18:23]

Di Pengadilan Pilatus, yang berpikir bahwa ia berkuasa atas jalannya pengadilan, Anak Manusia itu berkata: "Engkau tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas..." [Yoh.19:11]. Pilatus dalam segala kekuasaannya pun nyata tidak berdaya menentukan nasib Sang Kebenaran dan harus memilih untuk mencuci tangannya demi menyelamatkan kekuasaannya.

Di perjalanan ke Golgota, kepada para perempuan yang menangisi dan meratapiNya, IA berkata: "Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!" [Lukas 23:28] Siapa yang sesungguhnya butuh ditangisi dan diratapi, Anak Manusia yang memanggul salib? Ataukah mereka yang menyalibkanNya?

Di atas kayu salib, kepada orang-orang yang memperolok, meludahi, menyesah dan menyalibkanNya, Anak Manusia itu memohon kepada BapaNya, ""Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." [Lukas 23:34] IA yang tergantung di kayu salib tertolak oleh langit dan bumi, memohon pengampunan bagi orang-orang terkutuk yang mengira bahwa diriNya terkena kutuk Ilahi.

Siapa yang memegang kendali? Penguasa Politikkah? Penguasa Militerkah? Penguasa Agamakah? Tidak, kisah Salib sepenuhnya dalam kendaliNya. Sang Anak Manusia yang telah memilih untuk taat menjalankan rancangan Sang Bapa. IA memilih jalan kelemahan - jalan kehinaan - jalan penderitaan - jalan kematian untuk membawa pengharapan bagi yang tak berpengharapan, kedamaian bagi manusia yang jiwanya yang kosong, kehidupan bagi manusia yang hidupnya terpendam dalam kematian.

Dari Getsemani hingga Golgota, Anak Manusia yang tampak tak berdaya tetap memegang kendali. Bagaimanakah sikap kita menanggapi SalibNya?

-Selamat Paskah 2009-

Sunday, March 22, 2009

Salib

Ia dianiaya, dihina, diludahi
Ia disengsarakan, digantung di salib
Tertolak langit dan bumi
Mengapa?
Untuk apa?
Karena siapa?

Duri menusuk dahi
Tubuh remuk luka cambuk
Peluh darah mengucur tercurah
Tertikam tombak kejam
Mengapa?
Untuk apa?
Karena siapa?

-ash-
Kenangan Paskah 2003

Friday, March 20, 2009

Yesus Bermahkota Emas #3

Entah berapa lama aku menikmati debar-debar aneh di jiwaku. Sesaat aku ingin meluapkan tangisanku, sesaat lagi aku ingin tertawa melampiaskan sukacitaku. Aku tak tahu, perasaanku begitu meluap-luap dengan aneka emosi yang tersimpan selama ini. Aku ingin…. Aku ingin…. Ah… aku tidak ingin apa-apa lagi…!

                Tiba-tiba saja aku tersentak dari kebahagiaan yang paling dalam kurasakan, keriuhan dan kebisingan orang-orang kembali mengganggu ketentramanku. Orang-orang itu tampak bingung, entah apa yang terjadi. Samar kudengar suara mereka berkata, ‘Yesus hilang!’ Segera aku teringat sesuatu dan aku berlari ke Gereja di tepi jalan Raya. Apa yang akan terjadi…?

                Orang-orang, tua-muda, telah ramai di halaman Gereja ketika aku tiba dengan napas terengah-engah. Dan patung itu tidak ada di sana lagi –syukurlah aku tidak bermimpi- tinggal mahkota dan tongkat emas yang ditinggal begitu saja. Tidak seorangpun tahu apa yang terjadi, orang-orang sibuk membuat dugaan-dugaan yang tidak karuan bagiku. Yesus hilang..?! Mungkinkah Yesus hilang?

                Tak lama berselang, tampaklah Pendeta beserta dengan Pejabat dan Pengusaha tiba di Gereja itu. Pejabat itu segera berdiri di depan orang-orang itu dan mulai berkata-kata:

Tenang … Saudara-saudara… tenang!

Begini, tentunya kalian bingung dengan ‘hilangnya’ monumen kebanggaan kita ini. Saudara-saudara tidak perlu bingung, saat ini kami akan menyampaikan berita sukacita bagi kita semua. Kita akan merenovasi monumen ‘Kristus Raja’ dengan membangun patung baru yang lebih megah. Segala biaya dan persiapan pembangunan ulang monumen ini telah siap.  Ketiadaan patung ini merupakan bagian dari renovasi yang telah direncanakan sebelumnya. Kalian bisa melihat sendiri bahwa Mahkota, Jubah dan Tongkat yang indah itu masih utuh bukan?

Jadi saya minta saudara-saudara tidak perlu bingung lagi. Bahkan sebaliknya kita harus bersuka-cita karena dalam waktu dekat ini kita akan memiliki monumen baru yang jauh lebih indah dan lebih megah.       

                Pejabat itu berbicara dengan mantap sekali, hampir-hampir aku menjadi percaya dengan apa yang dikatakannya. Kalau saja aku tidak melihat sendiri kejadian semalam pastilah aku akan termakan dengan kebohongan kata-kata itu. Heran, pastilah ia telah menghabiskan sebagian hidupnya dengan kebohongan, sampai-sampai ia dapat mengungkapkan kebohongan dengan begitu meyakinkan. Atau mungkin ia memiliki bakat untuk menjadi pemain watak yang hebat? Siapa peduli? Yang pasti aku tahu bahwa ia berbohong.

                Setelah Pejabat itu selesai berbicara, Pendeta itu pun mulai berbicara pula:

Nah, Saudara-saudara kita telah mendengar keterangan dari Bapak Pejabat. Jadi tidak perlu ada yang dikuatirkan, sekali lagi saya mohon, jangan mudah terpancing ataupun mau dipancing oleh isu-isu yang tidak bertanggung jawab. Lakukan check dan recheck senantiasa… Sekarang pulanglah dan mulai minggu depan saudara-saudara akan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pendanaan proyek renovasi Monumen Yesus Raja. 

Tuhan memberkati!

                Seperti biasa Pendeta itu berkata-kata dengan tenang. Namun suara dan gaya Pendeta itu tidak cukup untuk menyembunyikan kegelisahan dan kecemasan yang aku tahu tengah ia rasakan. Aku tak tahu mengapa Pendeta itu mengatakan sesuatu yang tidak benar. Mungkin ia terpaksa karena tidak mempunyai pilihan. Pastilah Tuhannya tidak memberitahukan apa yang sesungguhnya terjadi padanya. Ups… kenapa Yesus mengijinkan aku untuk merekam segala kejadian tersebut?

                Orang-orang itu pun bubar, kembali kepada keriuhan yang selalu mereka timbulkan setiap harinya. Pendeta, pejabat dan pengusaha itu pun meninggalkan Gereja seakan-akan tidak terjadi sesuatu. Tinggallah aku sendiri menatap mahkota dan tongkat tanpa patung yang berdiri di atasnya. Mungkin tak lama lagi akan berdiri kembali monumen yang lebih megah, aku tidak tahu. Aku ingin bercerita tentang apa yang telah kulihat, tetapi siapa yang mau mempercayai perkataanku. Sudah cukup aku dikatakan gila, tak ingin aku menambah keanehanku dengan cap lainnya.

                 Anak-Ku, Aku mengasihimu dan mau tinggal besertamu!”

                Kembali perkataan-perkataan Yesus terdengar berulang-ulang di hatiku. Dan kembali ada gairah yang meluap-luap di jiwaku, sedih – gembira berbaur menjadi satu.

                Yesus, aku mau belajar mengasihiMu pula. Aku mau Engkau besertaku selalu!”

 Selamat Paskah!

ash, Maret 99